15 Ogos 2013

Sajak Wiji Tukul




(1) 

Para jendral marah-marah


Pagi itu kemarahannya disiarkan oleh televisi. Tapi aku tidur. Istriku yang menonton. Istriku kaget. Sebab seorang letnan jendral menyeret-nyeret namaku. Dengan tergopoh-gopoh selimutku ditarik-tariknya, Dengan mata masih lengket aku bertanya: mengapa? Hanya beberapa patah kata ke luar dari mulutnya: ”Namamu di televisi .....” Kalimat itu terus dia ulang seperti otomatis.

Aku tidur lagi dan ketika bangun wajah jendral itu sudah lenyap dari televisi. Karena acara sudah diganti.

Aku lalu mandi. Aku hanya ganti baju. Celananya tidak. Aku memang lebih sering ganti baju ketimbang celana.

Setelah menjemur handuk aku ke dapur. Seperti biasa mertuaku yang setahun lalu ditinggal mati suaminya itu, telah meletakkan gelas berisi teh manis. Seperti biasanya ia meletakkan di sudut meja kayu panjang itu, dalam posisi yang gampang diambil.

Istriku sudah mandi pula. Ketika berpapasan denganku kembali kalimat itu meluncur. ”Namamu di televisi....” ternyata istriku jauh lebih cepat mengendus bagaimana kekejaman kemanusiaan itu dari pada aku.


(2)

aku diburu pemerintahku sendiri 
layaknya aku ini
 penderita penyakit berbahaya

aku sekarang buron

tapi jadi buron pemerintah yang lalim 
bukanlah cacat

pun seandainya aku dijebloskan
 
ke dalam penjaranya

aku sekarang terlentang 
di belakang bak truk 
yang melaju kencang 
berbantal tas
dan punggung tangan

kuhisap dalam-dalam 
segarnya udara malam 
langit amat jernih

oleh jutaan bintang

sungguh
 
baru malam ini

begitu merdeka paru-paruku

malam sangat jernih

sejernih pikiranku

walau penguasa hendak mengeruhkan 
tapi siapa mampu mengusik 
ketenangan bintang-bintang?


(3) 

Buat L.Ch & A.B.


darahku mengalir hangat lagi 
setelah puluhan jam 
sendi-sendi tulangku beku

kurang gerak

badanku panas lagi

setelah nasi sepiring

sambel kecap dan telur goreng

tandas bersama tegukan air

dari bibir gelas keramik yang kau ulurkan dengan senyum manismu

kebisuan berhari-hari 
kita pecahkan pagi itu 
dengan salam tangan
pertanyaan

dan kabar-kabar hangat

pagi itu

budimu menjadi api

tapi aku harus pergi lagi 
mungkin tahun depan 
atau entah kapan

akan kuketuk lagi 
daun pintumu
bukan sebagai buron


(4)

Kado untuk Pengantin Baru


pengantin baru

ini ada kado untukmu 
seorang penyair

yang diburu-buru

maaf aku mengganggu

malam bulan madumu

aku minta kamar satu

untuk membaringkan badanku

pengantin baru

ini datang lagi tamu 
seorang penyair

yang dikejar-kejar serdadu

memang tak ada kenikmatan

di negri tanpa kemerdekaan 
selamanya tak akan ada kemerdekaan 
jika berbeda pendapat menjadi hantu

pengantin baru

ini ada kado untukmu

seorang penyair yang dikejar-kejar serdadu


(5)

kuterima kabar dari kampung

rumahku kalian geledah

buku-bukuku kalian jarah

tapi aku ucapkan banyak terima kasih 
karena kalian telah memperkenalkan sendiri 
pada anak-anakku
kalian telah mengajari anak-anakku 
membentuk makna kata penindasan 
sejak dini

ini tak diajarkan di sekolahan

tapi rejim sekarang ini 
memperkenalkan kepada semua kita 
setiap hari di mana-mana
sambil nenteng-nenteng senapan

kekejaman kalian 
adalah buku pelajaran 
yang tak pernah ditulis!


(6)

Wani,


bapakmu harus pergi

kalau teman-temanmu tanya 
kenapa bapakmu dicari-cari polisi 
jawab saja:
”karena bapakku orang berani” 

kalau nanti ibu didatangi polisi lagi 
menangislah sekuatmu

biar tetangga kanan kiri datang 
dan mengira ada pencuri
masuk rumah kita


(7)

Pepatah Buron


penindasan adalah guru paling jujur 
bagi yang mengalami

lihatlah tindakan penguasa 
bukan retorika bukan pidatonya

kawan sejati adalah kawan yang masih berani 
tertawa bersama

walau dalam kepungan bahaya


(8)

kekuasaan yang sewenang-wenang 
membuat rakyat selalu berjaga-jaga 
dan tak bisa tidur tenang

sampai mereka sendiri lupa 
batas usianya tiba

dan dalam diamnya

rakyat ternyata bekerja 
menyiapkan liang kuburnya

lalu mereka bersorak

ini kami siapkan untukmu tiran!

penguasa yang lalim

ketika mati tak ditangisi rakyatnya

sungguh memilukan

kematian yang disyukuri dengan tepuk tangan


(9)

ujung rambut ujung kuku 
gendang telinga

dan selaput bola mataku 
tidak mungkin lupakan kamu

bilur di punggung 
nyeri di tulang berhari-hari

darah di helai rambut ujung kuku 
dendang telinga

dan selaput bola mataku

telah mengotori namamu

nyeri di tulang 
berhari-hari

bilur di punggung 
karena sabetan

telah mencoreng namamu

kau tak kan bisa mencuci namamu 
sekalipun 1000 mobil pemadam kebakaran 
kau kerahkan

kau tak kan bisa mencuci tanganmu 
sekalipun 1000 pengeras suara 
melipatgandakan pidatomu

suara rakyat adalah suara Tuhan

dan kalian tak bisa membungkam Tuhan
sekalipun kalian memiliki 1.000.000 gudang peluru


(10)

Jakarta simpang siur 
ormas-ormas tiarap

tiap dengar berita

pasti ada aktivis ditangkap

telepon-telepon disadap 
koran-koran disumbat

rakyat was-was dan pengap 
diam-diam orang cari informasi 
dari radio luar negeri

jangan percaya

pada berita mass media cetak

dan elektronika asing!

Penguasa berteriak-teriak setiap hari 
Nasionalismenya mirip Nazi


(11)

berhari-hari – ratusan jam – ratusan kilometer – puluhan kota – bis – colt – truk – angkutan – asap rokok – uap sampah – tengik wc – knalpot terminal – embun subuh – baca koran – omongan penguasa – nonton tivi – omongan penipu – presiden marah-marah – jendral-jendral marah-marah – intelektual bayaran ikut-ikutan – sekretariat organisasi aktivis diobrak-abrik – penculikan – penggrebegan – pengejaran – pembenaran dibikin kemudian – semua benar karena semua diam

(12)

apa penguasa kira

rakyat hidup di hari ini saja

apa penguasa kira

ingatan bisa dikubur

dan dibendung dengan moncong tank 

apa penguasa kira

selamanya ia berkuasa

tidak!

tuntutan kita akan lebih panjang umur 
ketimbang usia penguasa

derita rakyat selalu lebih tua 
walau penguasa baru naik 
mengganti penguasa lama

umur derita rakyat

panjangnya sepanjang umur peradaban

umur penguasa mana

pernah melebihi tuanya umur batu akik 
yang dimuntahkan ledakan gunung berapi?

ingatan rakyat serupa bangunan candi 
kekejaman penguasa setiap jaman 
terbaca di setiap sudut dan sisi

yang menjulang tinggi


(13)

ketika datang malam 
aku menjadi gelap 
ketika pagi datang 
aku menjadi terang

aku rakyatmu

hidup di delapan penjuru

kau tak bisa menangkapku 
karena kau tak mengenalku

kau tak bisa mendengarkan aku 
karena kau terus berbicara 
berbicara dan berbicara

dengan mulut senapan

pembantaian- pembantaian 
dan pembantaian 
mayat-mayat bergelimpangan 
mayat-mayat disembunyikan

kau tak bisa menguburkan aku

kau tak bisa menyembuhkan lukaku 
karena kau tak kenal aku

karena kau terus berbicara

berbicara dan berbicara

dengan tembakan dan ancaman

dan penjara


(14)

habis cemasku

kau gilas

habis takutku

kau tindas

kini padaku tinggal 
tenaga mendidih!

segala telah kau rampas 
kau paksa aku tetap bodoh 
miskin dan nelan ampas

kini padaku tinggal tenaga 
mengepal-ngepal

di jalan-jalan

habis cemasku

kau gilas

habis takutku

kau tindas

aku masih tetap waras!


(15)

ayo kita tebakan!

dia raja

tapi tanpa mahkota

punya pabrik punya istana 
coba tebak siapa dia?

dia adalah aku!

dia kaya

keluarganya punya saham di mana-mana 
tapi negaranya rangking tiga
paling korup di dunia 
coba tebak siapa dia? 
dia adalah aku!

dia tua

tapi ingin tetap berkuasa

tak boleh ada calon lain

selain dia

kalau marah

mengarahkan angkatan bersenjata

rakyat kecil yang tak bersalah ditembak jidatnya 
coba tebak siapa dia?

dia adalah aku!

dia sakti

tapi pasti mati

meski seakan tak bisa mati 
coba tebak siapa dia?

dia adalah aku!

siapa aku?

aku adalah diktator

yang tak bisa tidur nyenyak!


(16)

hujan malam ini turun 
untuk melindungiku

intel-intel yang bergaji kecil
pasti jengkel dengan yang memerintahmu

hujan malam ini turun 
untuk melindungiku

agar aku bisa istirahat 
agar tenagaku pulih 
setelah berhari-hari lelah 
agar aku tetap segar
dan menang

hujan malam ini turun 
untuk melindungiku

bunyi kodok dan desir angin 
membikin pelupuk mataku membesar 
aku ngantuk dan ingin tidur

biarlah para serdadu di ibukota 
berjaga-jaga dengan senapan M-16nya

biarlah penguasa sibuk sendiri 
dengan ketakutannya

karena telah mereka taruh sendiri 
bom waktu di mana-mana

mereka menciptakan musuh 
dan menembaknya sendiri

mereka menciptakan kerusuhan 
demi mengamankannya sendiri

hujan malam ini turun 
untuk melindungiku

malam yang gelap ini untukku 
malam yang gelap ini selimutku

selamat tidur tanah airku 
selamat tidur anak-istriku 
saatnya akan tiba
akan tiba
bagi merdeka 
untuk semua


(17)

bernafas panjanglah 
jangan ditelan kalut 
bernafas panjanglah 
jangan dimakan takut 
bernafas panjanglah 
jangan berlarut-larut 
bernafas panjanglah 
jangan surut

bernafas panjanglah 
walau gelap 
bernafas panjanglah 
walau pengap

bernafas panjanglah kau, bernafas panjanglah para korban 
bernafas panjanglah aku

bernafas panjanglah kalian

bernafas panjanglah semua

bernafas panjanglah

melihat tank-tank dikerahkan 
bernafas panjanglah

melihat tentara mondar-mandir 
berselendang M-16

bernafas panjanglah

mendengar para aktivis ditangkapi 
bernafas panjanglah

para kambing hitam yang diadili

bernafas panjanglah 
dengan pemutar-balikan ini

mereka ingin sejarah dibaca bersih 
bagaimana mungkin

jika mereka menulis dengan sobekan daging 
laras senapan

dan kubangan darah

baca kembali semuanya 
dan bernafas panjanglah

bernafas panjanglah akal 
bernafas panjanglah hati 
bangun
dan bernafas panjanglah!


(18)

di ruang ini yang bernafas cuma aku 
cecak dan serangga

air menetes rutin dari kran ke bak mandi 
semakin dekat aku dengan detak jantungku

dingin ubin, lubang kunci, pintu tertutup, kurang cahaya
kini bagian hidupku sehari-hari

di sini bergema puisi
di antara garis lurus tembok 
lengkung meja kursi
dan rumah sepi

puisi yang ditajamkan 
pukulan dan aniaya 
tangan besi penguasa


(19)

bulan agustus sudah tiba

penduduk ramai-ramai pasang bendera

tapi aku hanya lihat yang di seberang rumah saja 
kuintip dari lubang kunci

sebab aku dikejar-kejar penguasa

sudah puluhan hari aku tak melihat angkasa 
kehidupan di sekelilingku kusimak

dari datak-deru dan tawanya

aku tak bisa lihat wujud dan wajahnya

aku ditahan bukan dipenjara 
aku disel bukan dibui

sebab kehidupan sehari-hari 
adalah penjara nyata rakyat negeri ini


(20)

sebuah bank

memasang iklan

ukuran setengah halaman koran, teriaknya: Dirgahayu Republik Indonesia 51 th

dengan huruf kapital

iklan itu juga memekik-mekik: MERDEKA MERDEKA MERDEKA

sementara itu ratusan aktivis

di daerah dan di ibukota ditangkapi

sebuah iklan

ukuran setengah halaman koran

menggusur kenyataan yang sewenang-wenang 
yang seharusnya diberitakan

MERDEKA MERDEKA MERDEKA 
siapa yang merdeka?


(21)

di atas rumah ada burung 
ku tahu dari kicaunya

di luar rumah ada orang 
kutangkap lagi dari cakap 
dan langkah kakinya

ini rumah biasa

tak beda penjara
ta

di pagi kubaca di koran

kabar penangkapan-penangkapan

tapi sore ini

ku dengar di jalan

orang latihan baris-berbaris

untuk merayakan hari kemerdekaan


(22)

Bagi Siapa Kalian Memetik Panenan


pagi dingin

udara masih mengandung embun 
bukit-bukit di kejauhan

disaput arak-arakan halimun

matahari terbit

sempurna bulat merah setampah di langit 
batang-batang pohon besar dan cabang-cabangnya 
seperti ratusan penari

yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi 
kususuri keheningan ini

sendiri

jilatan matahari 
segarnya udara pagi

alangkah indah negri ini

andai lepas dari masa ganas tirani


(23)

nonstop 24 jam

yang berkuasa di sini 
adalah cahaya

saban pagi ia membuat garis-garis lurus 
di sekitar jendela

gambar motif gorden tampak jelas 
coklat hitam dan putihnya

lalu pada sore hari 
ia mengubah warna langit-langit 
sudut-sudut tembok

bidang ubin dan susunan benda-benda 
yang ada di dalamnya

dan bila malam tiba

telapak kakiku diberinya mata 
demikian pula punggung tangan 
dan jari-jarinya

saat aku terbaring 
serasa yang ada 
cuma desir angin 
detak jantung 
tulang-tulang
dan hembusan nafasku saja

tapi aku harus pergi

dari kesunyian ini

sebelum penguasa merenggut 
aku dan damai ini


Sumber: http://www.beritasatu.com/budaya/91833-puisi-pelarian-wiji-thukul.html